Perekonomian Indonesia Melaju, Rasa Optimistis Meredup: 'Vibecession' di Depan Mata
EBC Financial Group Peringatkan Risiko “Vibecession” Meski Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Tembus 5,12%, Konsumen dan Dunia Usaha Tetap Waspada.
INDONESIA, August 21, 2025 /EINPresswire.com/ -- Perekonomian Indonesia melesat 5,12% secara tahunan pada kuartal II 2025, laju tercepat sejak pertengahan 2023. Lonjakan ini didorong oleh kuatnya arus investasi dan aktivitas ekspor menjelang penerapan tarif baru oleh Amerika Serikat. Capaian tersebut melampaui perkiraan, dengan investasi naik hampir 7% sepanjang kuartal ini dan ekspor meningkat seiring langkah antisipasi pelaku usaha menghadapi kebijakan dagang baru.
Analis EBC Financial Group (EBC) menyebut fenomena ini sebagai contoh klasik “vibecession”, saat data ekonomi menunjukkan pertumbuhan, namun sentimen konsumen dan pelaku usaha justru melemah.
Guncangan Tarif AS Ubah Peta Ekspor Udang RI
Pengenaan tarif 19% oleh Amerika Serikat terhadap udang asal Indonesia, yang sebelumnya menjadi komoditas ekspor perikanan terbesar RI ke Negeri Paman Sam, diprediksi bakal mengubah arah arus perdagangan secara signifikan. Pelaku industri memperkirakan pengiriman ke AS akan anjlok, sementara eksportir mulai bersiap mengalihkan pasokan ke pasar Cina, yang saat ini baru menyerap sekitar 2% ekspor udang nasional.
Analis EBC memproyeksikan kebijakan tarif ini berpotensi memangkas volume ekspor hingga 30%, dengan risiko hilangnya satu juta lapangan kerja di sektor tersebut.
“Mesin pertumbuhan Indonesia masih berjalan, tapi medannya makin rumit,” kata Samuel Hertz, Kepala APAC EBC Financial Group. “Gesekan perdagangan luar negeri, pelemahan belanja rumah tangga, dan kehati-hatian investasi kini bergerak bersamaan. Kombinasi ini akan menguji daya tahan laju ekspansi ekonomi.”
Permintaan Domestik Melemah
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengingatkan banyak perusahaan kini berada dalam “mode bertahan hidup”. Rencana ekspansi ditunda, fokus beralih ke pengetatan biaya.
Indeks Kepercayaan Konsumen Indonesia merosot ke level 117,5 pada Mei, terendah sejak 2022, menandakan kekhawatiran yang makin dalam terhadap daya beli dan ketahanan ekonomi. Meski sebagian rumah tangga masih menyimpan optimisme hati-hati, pendapatan riil dan rasa aman dalam pekerjaan perlahan tergerus.
Di ritel, perlambatan mulai terasa. SCMP melaporkan, pusat-pusat perbelanjaan di Jakarta tampak ramai, namun sebagian besar hanyalah “pengintip etalase”, bukan pembeli. Seorang pemilik restoran di Jakarta menyebut jumlah pelanggan hariannya turun lebih dari 50%. Banyak tamu kini melewatkan pesanan tambahan seperti minuman atau pencuci mulut. Untuk menarik mereka kembali, harga terpaksa dipangkas hingga 20%.
Respons Kebijakan: Ruang untuk Stimulus dan Menjaga Stabilitas
Inflasi tahunan pada Juli 2025 tercatat 2,37%, sementara inflasi inti melandai ke 2,32%, terendah dalam tujuh bulan terakhir. Angka ini mencerminkan lemahnya permintaan domestik. Keduanya masih berada dalam kisaran target Bank Indonesia, yakni 1,5–3,5%, memberi ruang bagi otoritas moneter untuk bertindak jika kondisi ekonomi kembali melemah.
APBN 2025 mematok inflasi di angka 2,5% dan defisit fiskal maksimal 2,53% dari PDB, level yang dinilai masih aman menurut standar internasional. Kombinasi inflasi terkendali dan disiplin fiskal ini memberi ruang bagi pemerintah untuk menggelontorkan stimulus terarah jika momentum pertumbuhan mulai melemah.
Namun, analis EBC mengingatkan, stimulus saja tidak cukup menutup “jurang kepercayaan” di pasar. Peningkatan konsumsi dan investasi yang lebih berkelanjutan kemungkinan baru akan tercapai lewat reformasi struktural yang lebih dalam, mulai dari memperkuat jaring pengaman sosial, meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga kerja, hingga memberi kepastian regulasi yang lebih jelas bagi investor domestik maupun asing.
Pasar Bersiap Hadapi Manuver Pemerintah
Pemerintah turun tangan meredam kenaikan harga minyak goreng dan menjaga pasokan dalam negeri, langkah yang kini diamati ketat oleh pelaku pasar. Otoritas perdagangan memerintahkan produsen sawit menaikkan Domestic Market Obligation (DMO) menjadi 175 ribu ton minyak goreng per bulan hingga akhir tahun, dari rata-rata 157.500 ton pada kuartal II, dan sempat melonjak ke 204.559 ton pada Juli. Penambahan pasokan lokal ini ditujukan menekan harga minyak goreng merek Minyakita yang belakangan diperdagangkan di level Rp16.699 per liter, di atas harga eceran tertinggi.
Meski mengutamakan stabilitas dalam negeri, kebijakan ini bisa memperketat ketersediaan untuk ekspor, berpotensi mengubah arus perdagangan minyak nabati global dan menekan margin perusahaan eksportir. Langkah ini menegaskan kehati-hatian pemerintah menyeimbangkan keterjangkauan harga di dalam negeri dengan daya saing di pasar internasional, sebuah manuver yang memicu volatilitas baru di pasar saham dan valuta yang terkait komoditas.
Analis EBC menilai, perusahaan yang mengandalkan pendapatan ekspor, terutama di sektor pengolahan minyak sawit dan pelayaran, berpotensi mengalami tekanan laba. Sebaliknya, sektor yang terkait kebutuhan pokok dalam negeri justru bisa diuntungkan, jika kebijakan mampu menjaga pasokan dan harga tetap terjangkau seperti yang diharapkan.
Menatap ke Depan: Ujian Ketahanan Ekonomi
Data kuartal II menunjukkan laju ekonomi Indonesia masih berada di jalur positif. Namun, muncul tanda tanya: apakah momentum ini bisa terjaga? Analis EBC menyoroti dua faktor krusial, mampukah konsumsi domestik kembali menguat, dan akankah sentimen investor tetap stabil tanpa reformasi struktural yang lebih dalam. Dalam jangka panjang, daya tahan ekonomi kemungkinan akan ditentukan oleh pergeseran bertahap dari stimulus jangka pendek menuju pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan berbasis produktivitas.
Disclaimer: Artikel ini merupakan hasil pengamatan EBC Financial Group beserta seluruh entitas globalnya. Bukan merupakan saran finansial atau investasi. Perdagangan komoditas dan valuta asing (FX) memiliki risiko tinggi, termasuk potensi kerugian yang dapat melampaui modal awal. Konsultasikan dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan perdagangan atau investasi. EBC Financial Group dan entitasnya tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari penggunaan informasi ini.
Untuk analisis pasar komoditas lainnya, kunjungi www.ebc.site.
Tentang EBC Financial Group
Didirikan di distrik keuangan bergengsi London, EBC Financial Group (EBC) adalah merek global yang dikenal akan keahliannya di bidang pialang keuangan dan manajemen aset. Melalui entitas yang diatur di berbagai yurisdiksi keuangan utama, termasuk Inggris, Australia, Kepulauan Cayman, Mauritius, dan lainnya, EBC memberikan akses bagi investor ritel, profesional, dan institusi ke berbagai pasar dan peluang perdagangan global, termasuk mata uang, komoditas, saham, dan indeks.
Diakui dengan berbagai penghargaan, EBC berkomitmen untuk menjunjung tinggi standar etika. Seluruh anak perusahaannya berlisensi dan diatur sesuai yurisdiksi masing-masing: EBC Financial Group (UK) Limited diatur oleh Financial Conduct Authority (FCA) Inggris; EBC Financial Group (Cayman) Limited diatur oleh Cayman Islands Monetary Authority (CIMA); EBC Financial Group (Australia) Pty Ltd dan EBC Asset Management Pty Ltd diatur oleh Australian Securities and Investments Commission (ASIC); dan EBC Financial (MU) Ltd memiliki izin dan diawasi oleh Financial Services Commission Mauritius (FSC).
Di inti EBC adalah tim veteran industri dengan pengalaman lebih dari 40 tahun di institusi keuangan besar. Mereka telah melewati berbagai siklus ekonomi penting, mulai dari Plaza Accord dan krisis franc Swiss 2015 hingga gejolak pasar akibat pandemi COVID-19. EBC membangun budaya perusahaan yang menempatkan integritas, rasa hormat, dan keamanan aset klien sebagai prioritas utama, memastikan setiap hubungan dengan investor ditangani dengan keseriusan penuh.
Sebagai Mitra Resmi Valuta Asing FC Barcelona, EBC menyediakan layanan khusus di Asia, Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika, dan Oseania. Melalui kemitraannya dengan United to Beat Malaria, perusahaan ini turut berkontribusi pada inisiatif kesehatan global. EBC juga mendukung seri program What Economists Really Do yang digagas Departemen Ekonomi Universitas Oxford untuk menjelaskan peran ekonomi dalam mengatasi tantangan besar masyarakat, sekaligus mendorong pemahaman dan dialog publik yang lebih luas.
Michelle Siow
EBC Financial Group
michelle.siow|ebc.com| |michelle.siow|ebc.com
Visit us on social media:
LinkedIn
Instagram
Facebook
YouTube
X
Other
Legal Disclaimer:
EIN Presswire provides this news content "as is" without warranty of any kind. We do not accept any responsibility or liability for the accuracy, content, images, videos, licenses, completeness, legality, or reliability of the information contained in this article. If you have any complaints or copyright issues related to this article, kindly contact the author above.

Candice Bourne Joins Women in Power TV to Share Her Vision for Building Success from Scratch
AI CERTs® & Cyber Future Foundation Partner to Deliver Responsible AI Certification Programs for Security Professionals
Martijn Gribnau Joins Quant's Executive Board to Accelerate AI-Driven Customer Contact Transformation
Więcej ważnych informacji
Jedynka Newserii

Jedynka Newserii

Finanse

K. Gawkowski: Polska w cyfrowej transformacji gospodarki awansowała do pierwszej ligi w Europie. 2,8 mld zł z KPO jeszcze ten proces przyspieszy
Uruchomiony na początku lipca przez Ministerstwo Cyfryzacji i BGK program „KPO: Pożyczka na cyfryzację” cieszy się dużym zainteresowaniem. Samorządy, uczelnie oraz firmy mogą wnioskować o wsparcie finansowe dla inwestycji w transformację cyfrową, m.in. modernizację infrastruktury czy cyberbezpieczeństwo. W sumie na ten cel trafi 2,8 mld zł (650 mln euro). Ze względu na krótki czas naboru obie instytucje organizują w poszczególnych województwach warsztaty dla wnioskodawców, które mają rozwiać ich wątpliwości przy przygotowywaniu wniosków.
Prawo
Koszty certyfikacji wyrobów medycznych sięgają milionów euro. Pacjenci mogą stracić dostęp do wyrobów ratujących życie

Od 2027 roku wszystkie firmy produkujące wyroby medyczne w Unii Europejskiej będą musiały posiadać certyfikat zgodności z rozporządzeniem MDR (Medical Devices Regulation). Nowe przepisy wprowadzają dużo ostrzejsze wymagania w zakresie dokumentacji, badań klinicznych oraz procedur certyfikacyjnych. Branża ostrzega, że część małych i średnich producentów nie zdąży się dostosować. Problemem jest także wysoki koszt i długi czas uzyskiwania certyfikatów. W konsekwencji z rynku mogą zniknąć urządzenia ratujące życie.
Infrastruktura
Nowe przepisy o ochronie ludności cywilnej wprowadzają obowiązkowe elastyczne zbiorniki na wodę. Mają one służyć w razie suszy, pożarów czy wybuchu wojny

Samorządy będą musiały posiadać m.in. elastyczne zbiorniki na wodę pitną i przenośne magazyny wody przeciwpożarowej. To element odpowiedniego przygotowania zasobów na wypadek sytuacji kryzysowych, kataklizmów czy wybuchu konfliktu, wprowadzony nowymi przepisami o ochronie ludności. Eksperci podkreślają, że tego typu rozwiązania to innowacyjne produkty, które nie tylko ułatwiają logistykę w sytuacjach kryzysowych, ale także mogą znacząco skrócić czas reakcji służb ratunkowych.
Partner serwisu
Szkolenia

Akademia Newserii
Akademia Newserii to projekt, w ramach którego najlepsi polscy dziennikarze biznesowi, giełdowi oraz lifestylowi, a także szkoleniowcy z wieloletnim doświadczeniem dzielą się swoją wiedzą nt. pracy z mediami.